Monday, May 09, 2005

Sajak Hidup

Sajak Indah Atas Episode Renungan Manusia
April 2005 – after office hour and after finishing my reading in Bidadari
Cemburu Padamu

Di lautan nikmat,
Dua makhluk berpisah,
Yang satu menyelam yang lain tenggelam,
Kau tahu apa bedanya?
(Buku: Bidadari Cemburu Padamu)


Indah ya sajaknya..... hampir setiap kali aku baca sajak ini bibirku tersimpul tipis. Kenapa? Karena di setiap baitnya mengandung makna yang sangat dalam. Dan sampai sekarangpun aku masih berusaha untuk meresapi makna dari sajak indah ini yang membawa aku ke dalam lamunan tak berujung. Lamunan mengenai sajak hidup seorang gadis di episode seperempat abadnya.
(Terimakasih buat Salim A Fillah atas sajak ini di buku Bidadari Cemburu Padamu)

Di lautan nikmat.....
Tentunya nikmat Allah SWT lah yang disebutkan dalam sajak ini. Nikmat Allah itu sangat luas tentunya, rangenya dari nikmat yang dapat diraba dan dilihat maupun nikmat yang hanya dapat dirasa. Dalam bahasa akuntansi nikmat itu cangkupannya dari tangible sampai intangible, dimana kedua-duanya harus dicatat di sisi Aktiva atau bagian Asset lebih lengkapnya, oleh setiap insan manusia.... Seperti halnya asset, nikmat itu bisa didebet alias bertambah ataupun dikredit yang artinya dikurangi. Dan aku percaya bahwa hanya Yang Maha Adil yang mempunyai hak preogratif untuk mendebet ataupun mengkreditkan nikmat.
Selama ini kadang kita terjebak pada pengejawantahan nikmat dalam bentuk yang tangible, sekedar rejeki, sekedar harta, sekedar kedudukan, sekedar kepintaran, kesehatan, dan materi. Padahal kalau kita sedikit meluangkan waktu untuk merenung, setiap tarikan nafas kita adalah nikmat Allah SWT. Bahkan masalah yang sedang kita hadapipun adalah salah satu bentuk nikmatNya kepada cucu Adam ini. Bahwa setiap cobaan dan ujian adalah nikmat dicintai Nya, karena setiap cobaan dan ujian adalah bukti cinta Ilallahi kepada umatNya. Maka sudah semestinya kita bersyukur atas setiap ujian Allah.
Bahwa saat inipun kita sedang berada dibiduk kita, berlayar dilautan nikmat tanpa batas...tanpa ujung. Lautan nikmat yang siap untuk diteguk sebanyak-banyaknya, tergantung apakah kita insani mau menjadikan nikmat ini sebagai karunia yang layak di syukuri atau kita ingkari.

Dua makhluk berpisah....
Waduh apa yah maksudnya makhluk-makhluk yang hidup didarat dan/ataukah makhluk golongan amphibi? Aku memilih mengartikan makhluk disini sebagai insan, makhluk yang dikaruniai akhal lagi rasa dan mungkin itu merupakan salah satu dari seribu makhluk yang dimaksudkan oleh sang penulis sajak ini. Dua manusia yang berpisah dalam mengarungi kehidupan fana ini. Berpisah akan berbeda arti dengan terpisah walaupun pisah tetaplah kata dasar dari keduanya. Berpisah mungkin lebih mengandung kesadaran ketika melakukan, dibandingkan dengan terpisah yang menurut saya terkesan ada unsur keterpaksaan. Berpisah dalam arti memisahkan diri secara sadar kali ya.... Yang satu memilih untuk berada di "jalan" yang diridhai Nya sedangkan yang lain lagi memilih untuk condong pada yang fana. Hmm... dalam sekali yah maksud dari kalimat singkat ini. Jika direnungi kadang manusia telah dengan sadarnya memilih untuk condong pada yang fana yang tangible yang lebih mudah dilihat dan dirasa yang lebih nya. Manusia dengan sadar memisahkan diri dari janji surga Nya janji pastinya atas nikmat tak berbatas atas sesuatu yang kekal. Seperti dua sejoli yang dihapakan pada persimpangan yang satu memilih akhirat dan yang lain memilih dunia. Maka berpisahlah dua anak Adam itu.

Yang satu menyelam yang lain tenggelam....
Menyelam dan Tenggelam sekali lagi sajak ini menggunakan bentuk kata kerja aktif dan pasif untuk menyiratkan makna dari penggalan sajak indah ini. Menyelam, kata kerja aktif, mungkin akan lebih tepat dimaknai sebagai manusia yang secara aktif mencari makna setiap nikmat Nya dan menggunakan nikmat itu di jalan Nya. Manusia yang tidak membiarkan dirinya hanyut dalam nikmat yang dirasa. Namun memilih untuk menggunakannya dengan bijak dan kesadaran penuh atas fitrahnya sebagai manusia yang lemah, sehingga terus berikhtiar dijalan Nya. Tidak memilih untuk tenggelam dalam lautan nikmat karena yang fana itu pastilah tidak kekal. Dan mengapa kita memilih untuk condong ke sesuatu yang tidak kekal ini. Bahwa yang fana itu maya dan seperti halnya bayangan, bayangan maya akan hilang dengan beranjaknya terang menuju gelap. Haruskan aku mencari sesuatu yang akan menggelap dengan datangnya sang kelam? Sang pengelana ini aku rasa tengah mencari apa itu terang sebelum dia tersesat semakin jauh dalam lorong-lorong kelam.

Jika boleh sedikit mengabadikan sajak tersebut dengan bahasa saya, kurang lebih nya sbb:
Kita manusia yang fana ini haruskan mengejar sesuatu yang fana?
Sedangkan telah dijanjikan oleh Nya sesuatu yang lebih indah dan kekal daripada yang fana?
Dan hanya ada satu janji yang haq yang tidak mungkin teringkari, janji Sang Penerima Tobat. Ketika dihadapkan pada persimpangan haruskah aku ikuti arus "belok kiri jalan terus" atau "belok kanan ikuti lampu lalulintas?" Yang jalan terus condong pada fana sedangkan yang ikuti lampu lalulintas menjanjikan angkot menuju surga Nya.

Sekelompok manusia menenggelamkan diri dalam nikmat fana, memilih mengikuti aliran laut kearah sumbu bumi yang semakin lama semakin dalam dan kelam. Sedangkan sekelompok lainnya memilih untuk menyelam, mempelajari nikmat dan karunia Nya dengan setiap pelajaran hidup yang terkandung didalam nikmat itu. Seraya menyerukan asma Nya dan mengharap tak lain dari ridha Nya.

Sungguhlah tidak mudah menjadi hambaNya yang memilih untuk menyelam. Dunia tak lebih dari ruangan kelas yang sangat besar dimana setiap menit yang terjadi adalah pembelajaran atas episode hidup cucu Adam untuk menjadi yang lebih baik lagi dihadapan Rabb.

Kutisari, Surabaya diiringi nyanyian patah hati Ariel
Last edited 9 May 2005
21.51 WIB


Buat temen sang pengelana yang sedang berubah menjadi kupu-kupu untuk menyebarkan harum kepelosok dunia, Rudy Suryanto: "Telah dijanjikan Nya bahwa setelah kesusahan akan ada kemudahan" dan "Telah dijanjikanNya yang baik pasti mendapatkan yang baik", mari kita berlomba-lomba termasuk pada golongan yang baik.
Happy Belated Birthday – meskipun rasul tidak merayakan ultahnya, namun kala ini adalah waktu yang tepat untuk berefleksi Rud… as you always do! Sometimes we lost to track what made us stand on who we are now.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home