Sunday, July 09, 2006

KRL oh KRL

Transportasi di Negara Dunia Ketiga
Begini oh Begini Rasanya Naik KRL...


Wiken kemaren kembali menorehkan catatan sejarah di kehidupan sunshine, secara wiken kemaren pertama kalinya sunshine merasakan dinamika kehidupan ber-KRL (Kereta Rel Listrik). Dengan membayar tak lebih Rp 1,500 per orang, kita bisa puas ber-KRL di Jabotabek (Jakarta – Bogor – Tangerang – Bekasi, kalo nggak salah yeee). Kalo pengen perfume tetap wangi dan tidak berpanas2 ria, kita cukup membayar Rp 10,000 dan fasilitas busniess class* bisa kita nikmati.

Naik kereta api tut...tut...tut... kereta hendak berangkat. Kalo di KRL liriknya bakal berubah sperti ini: Naik KRL gujes..gujes...gujes... keretaaa kok cepat banget berangkat! KRL ini sebenarnya adalah transportasi andalan yang dipergunakan dibanyak negara. Sebut saja Negara Singa aka Singapore, disana KRL disebut MRT alias Mass Rapid Transportation. Nah kalo di Negaranya Oshin alias Jepang (tempat dimana KRL-KRL kita berasal hehehe) disebut dengan 'electric train'???? Hm aku lupa besok deh aku cari’in hehehe. Kalo di Negaranya Gajah aka Thailand yang ada sih Sky Train. Ada lagi sih kereta di India, but remembering how lovely my India my India’s friends, I have a obligation not to tell the story here *tuing… tuing…*. Well apapun namanya kereta dari jaman Belanda memang jadi kendaraan andalan. Muat banyaaaaaaak dan murah!

Sedikit mengenai kereta rel listrik yang kini digunakan di Indonesia, KRL yang beredar saat ini dibuat pada tahun
1976, 1978, 1983, 1984, 1986, 1987, 1994, 1996, 1997, 1998, 1999, 2000 dan 2001 ex Belgia dan Jepang. Tau nggak sebenarnya Indonesia pernah membuat KRL lokal lho... PT Inka yang terletak di Madiun telah dapat membuat dua set kereta rel listrik yang disebut KRL-I Prajayana pada tahun 2001. Namun sebeleum kereta rel listrik ini sempat diperbanyak lagi, produksinya distop karena tidak ekonomis (Hm.. secara bikin baru vs beli bekas bow). Bagi PT Kereta Api, tampaknya lebih ekonomis untuk membeli KRL bekas dari Jepang.


Well, yang membedakan KRL di Jakarta dengan KRL di Singapore ataupun Jepang adalah tingkat kenyamanan dan estetikanya. Di Singapore MRT digunakan sebagai main public transportation. Dan gerbong2nya juga digunakan sebagai media advertising, jadi jangan heran kalo ada gerbong Channel atau Cosmo Magazine. KRL kita nggak kalah dong... dinding gerbong juga dipakai sebagi media advertising, contohnya Anda dapat dengan mudah mencari iklan produck yang dibutuhkan: sticker Butuh Sepeda Motor Cepat Hub 081xxxxxx diantar ke rumah cukup dengan 300 ribu; atau sticker seperti ini: Pijat Tunanetra Pak Sholeh Hub 021-XXXXXXXX.

Di negara maju, disetiap gerbong tersedia peta jalur kereta dan sebelum sampai stasiun tujuan, kita akan dibuai dengan suara eneng2 merdu berkata NEXT STOP IS JURONG EAST (dari suaranya sih kedengeran seperti mbak cantik nan ramah yang mendayu-ndayu, kalo kenyataannya si mbak bersuara merdu ajah, ya mangap yah...). Nah kalo di KRL kita cukup mengandalkan keramahan penumpang seperjuangan lainnya yang bakal berteriak2 ”DEPAN MANGGARAI EUYYYYY CEPETAN” hehehe (what a friendly community).

Di Jepang, kereta menjadi tempat alternatif melakukan transaksi bisnis. Secara time is expensive there, tidak menutup kemungkinan negosisasi bisnis dilakukan di dalam kereta listrik ataupun di coffee shop di stasiun kereta. Tak jarang kita melihat segerombolan laki2 berdasi (di Jepang, pria gemar berpakaian dandy dan berjas, pokoknya meni sama deh ma pilem2 kartun jepang..) berdiskusi sambil menenteng tas kopernya. Well, don’t underestimate our KRL yeee, di KRL denyut perekonomian kencang terasa lho.. Jangan kaget kalo kita bersebelahan dengan ’kursi n meja bambu’** or tiap menit ada saja pedagang n pengamen yang lewat. Gaya mewarkannyapun beraneka ragam lho: ”Karet rambut murah... stocking model terbaru dari jepang... dibeli.. dibeli...” ato ”Koran..koran multifungsih.. bisah buat bacah n buah alas duduk!” dan yang lebih spektakuler adalah pedangan yang satu ini ”jengkol nya buuuk... bisa bikin suami makin lengket.. murah...murah...” (sumpeh nggak nyambung banget di logika gw qe..qe..qe..).

Itu baru beberapa gelintir cerita seputar KRL dan perbandingannya dengan KRL2 versi negara maju lainnya. Pastinya masih banyak PR pemerintah untuk memperbaiki fasilitas2 public transportation di Indonesia. Baik dari segi fisik maupun dari segi mentalitas penduduk kita. Well satu pelajaran yang sunshine bisa ambil dari KRL kita adalah pelajaran SPIRIT TO SURVIVE. Menakjubkan melihat semangat orang2 di KRL ini dengan segala keterbatasan mereka, mereka berjuang untuk hidup membuang semua malu dan gengsi. Melihat pancaran mata yang hidup dan bersemangat seperti baterai re-charge untuk kami. Recharge semangat untuk membangun masa depan lebih baik dan untuk berbagi yang kami sudah dapatkan dengan mereka.


Catatan bawah:
* = fasilitas yang dimaksud sbb: pintu kereta masih berfungsi dengan normal; AC masih cukup dingin; kursi yang cukup empuk; bebas asap rokok n BB; plus kesempatan bertatapan dengan mbak2 dan mas2 kantoran yang wangi2 n cakep2 (that’s the most important facility I guess hehehe)
** = yang dimaksud dengan kursi n meja bambu ini adalah real kursi n meja dari bambu yang dibawa oleh mang2 penjual kerajinan bambu keliling, bukan baling2 bambunya doraemon lho...

4 Comments:

Blogger Gatoso said...

Ahahaha....aku suka ceritanya...kapan ya KRL kita bisa kyk MRT? huhuhuuhuh...kapan2..dehh..:-(. Btw ngapain ke Jkt??

11:46 PM  
Anonymous Anonymous said...

sori ya hun utk "unforgetable moment" kemarin.lain kali qta naik taksi aj deh.tp klo ga gtu,kmu ga bs bikin tulisan ini kan? :p

11:07 PM  
Blogger Ria said...

mbakyuuu... miss your stories...

11:48 PM  
Blogger ISTRI LUCU said...

adek maniiis..
baru didera-dera teman2 lama dirimu dari kantor lamanya ria niy :(

sometimes it's hard to talk to them... fuiiih!
however some of them could be best friends as well..

wondering why it can be so different approach among them...

wondering whether they have negotiation and interpersonal training program... hiks...hiks...

4:17 PM  

Post a Comment

<< Home