Saturday, April 14, 2007

Cerpen Sunshine

Untuk mengurangi rasa bosan selama menunggu my delivery due, yang mana masih sekitar 2 minggu lagi kata dokter. Dan juga mencoba menghalau gundah di hati.. cie... cie... sunshine mencoba menulis cerita pendek. Nggak tahu deh bagus apa nggak, karena bukan itu tujuan utamanya. Tujuan utamanya cuman pengen nulis2 aja hehehehe......
Happy reading...... :D
Aku tidak bisa mendengar, tapi tidak berarti aku tidak mendengar


Dunia ini sangat senyap dan hening, hanya itu yang aku kenal dari sejak lahir. Bahwa orang yang berbicara tidak lebih dari sepasang bibir yang saling mengatup saja dalam pandanganku. Orang tertawa… menangis… bicara… semua tampak sama buatku sunyi… hening… senyap… Mata… ya hanya mata yang bisa aku percaya untuk membaca maksud seseorang. Karena mata tidak pernah bohong, tepatnya tidak bisa berbohong.

Mata itu jendelanya hati, itu yang sering aku baca dan aku percaya emang begitu adanya. Aku belajar membaca mata dari mama, orang yang paling aku sayangi di dunia ini. Mama yang tanpa lelah mengajari aku untuk mendengar dan berbicara walo tanpa suara. Tanpa suara…. Namaku Indah, Indah Paramita lengkapnya. Aku terlahir dengan keadaan tidak bisa mendengar walopun kata mama aku menangis dengan keras saat pertama kali melihat dunia…. Tapi semua terdengar sama buatku, hanya sunyi ditelingaku..

Mata mama tidak pernah bohong, dari mata nya aku tahu mama sedang marah, mama sedang sedih, dan kala mama sedang bahagia. Mata mama mengeluarkan air saat pertamakali mama mengajakku ke dokter. Entah apa yang dikatakan dokter itu tapi mata mama terlihat begitu sayu dan sedih. Sedih… apa itu…? Sedih adalah saat perasaanku menjadi kalut dan mataku mulai panas karena ada butir airmata yang keluar dari mata ini. Jadi saat mata mama berair, itu berarti mama sedih.

Namun sejak hari itu aku sering melihat mata mama berair dan bibir papa bergerak2 dengan cepat dengan muka merah. Lelaki itu mulai memukul mama dan melemparkan barang2 ke arah tembok. Matanya menakutkan dan setiap aku melihat mata papa, perasaan aneh menyerbuku, perasaan ingin pergi jauh-jauh dari lelaki, ingin lari, mungkin ini yang disebut takut. Puncaknya, pada suatu malam aku melihat lelaki itu membawa koper dan pergi meninggalkan rumah, meninggalkan mama, dan meninggalkan aku. Mama menangis semalaman sambil memelukku… itu malam terakhir aku melihat lelaki yang disebut mama sebagai papaku dirumah ini. Ya aku tidak pernah melihatnya memasuki pintu depan rumah lagi sejak hari itu.

Namun entah kenapa sejak malam itu, aku tidak pernah melihat mata mama terlihat pucat lagi, aku tidak pernah mendengar mata mama menjerit ketakutan lagi. Mungkin karena tidak ada lagi lelaki yang memukul dan melemparkan barang-barang kami lagi. Mama mulai melatihku untuk mengartikan deretan huruf didepanku. Dan seberapapun aku berontak, menangis, dan mengamuk karena bosan. Mata mama tetap saja teduh… dan bibirnya selalu membentuk garis yang manis itu, garis yang membuatnya terlihat lebih cantik. Sungguh aku ingin berteriak pada mama aku tidak mengerti dengan semua yang dikatakannya dan apa arti dari deretan huruf-huruf itu.. tapi aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya selain dengan menangis dan mengamuk….

Sampai pada suatu siang, aku melihat mata mama memerah dan rahangnya mengeras. Mama meninggalkanku sendiri di kamar dan tidak menengokku sampai lama sekali. Baru kali ini aku merasakan ketakutan yang amat sangat, aku takut mama pergi meninggalkanku, sama seperti lelaki itu meninggalkan kami malam itu… Aku takut sendiri dalam sepiku, karena mama lah yang membuat duniaku menjadi ramai, mata mama yang teduh dan bibir tipisnya yang membentuk garis cantik itu, atau deretan gigi yang terlihat saat mama bahagia. Aku mulai menangis dan tertidur karena capek.
Malam itu saat terbangun, aku melihat mama mendekapku, matanya terkatup dan kulihat ada sisa air disudut matanya. “Maafkan aku ma…. Aku sangat mencintaimu ma…..” sungguh ingin ku teriakkan kata2 itu tapi yang keluar dari mulutku hanya suara-suara parau yang tidak mungkin dimengerti oleh orang lain. Kupeluk mama erat sekali malam itu. Aku berjanji pada diriku akan mendengarkan mata mama dengan lebih baik lagi dan mengikuti apa yang mama mau. Aku berjanji tidak akan membuat mata mama merah dan menangis lagi. Aku berjanji aku akan membuat mata mama berkata bahagia……


17 tahun kemudian……..

Seorang gadis cantik tampak sangat anggun berjalan diatas catwalk memamerkan gaun-gaun rancangan designer terkenal. Senyumnya sungguh ayu dan raut wajahnya memancarkan aura kecantikan yang sangat dalam. Semua mata melihat dengan kagum tidak hanya ditujukan pada gaun-gaun anggun itu tetapi juga pada paras ayu sang model. Tubuhnya cenderung kurus dengan tulang yang kokoh, mata model itu tampak begitu hidup dan mata itu memancarkan semangat yang meledak-ledak….

Hiruk pikuk pegelaran busana sama sekali tidak tampak mengganggu sang model ini. Dengan manis dia melayani permintaan para kuli potret dan ibu-ibu yang ingin berpotret dengannya.
Sungguh tidak akan ada yang menyangka bahwa model belia yang namanya sedang naik daun tersebut tidak dapat mendengar. Dibalik wajah ayunya, dia menyimpan keheningan yang tidak berujung, dia berbicara dengan bahasa isyarat. Dia mendengar dengan matanya….

Ya… model itu adalah aku, Indah Paramita. Mama telah berhasil mendidikku menjadi seorang model papan atas. Mama yang sebelum menikah, adalah seorang model papan atas di Indonesia dengan sabar mengajariku untuk mencintai dunia yang dulu pernah dia banggakan. Dan sekarang aku membaca pancaran bahagia dan kebanggaan yang mendalam dari matanya. Mata itu berkata “mama sayang dan bangga padamu indah….” Mata yang dengan menatapnya telah membuatku merasa percaya diri berjalan di atas catwalk.

Mama mengajariku untuk mendengar lewat mata dan hatiku. Walaupun secar jasmani aku tidak bisa mendengar, tetapi aku mendengar… Mendengar dengan mata dan hatiku. Karena mata-mata itu senang berbicara padaku. Berbicara dengan bahasa kami. Tak jarang aku menemui hal-hal yang tak masuk akal, saat mata-mata itu berbicara padaku.

Seperti dipegelaran hari ini, aku melihat seorang wanita yang aku taksir umurnya sedikit lebih muda daripada mama, sedang berbincang-bincang dengan koleganya. Bibirnya terlihat tertawa namun aku mendengar matanya berujar dengan sedih bahwa dia ingin pergi jauh dari hiruk pikuk ini. Dan dia begitu membenci wanita yang sedang berbincang dengannya.

Bukan kebetulan jika seminggu kemudian, aku membaca di koran wanita yang kulihat di peragaan busana dulu meninggal dunia, kecelakaan lalu lintas kata koran. Diceritakan sang suaminya ketahuan berselingkuh dengan wanita lain. Tante itu membuntuti suaminya dari rumah dan dia menemukan sang suami tidak pergi ke kantor tapi ke rumah selingkuhannya. Dengan emosi si tante melabrak suami dan selingkuhannya tersebut. Dalam perjalanan pulang, mobilnya menabrak truck trailer yang sedang parkir di pinggir tol.

Mata sayu tante itu berbicara padaku hari itu, dia bercerita bahwa seminggu lagi dia akan pergi, dia menceritakan padaku kesedihan hati majikannya. Suami majikannya yang dinikahinya 20 tahun yang lalu jarang pulang dan dia sering menemukan noda lipstick di kerah baju suaminya. Mata itu bercerita bahwa majikannya merasa lelah dengan hidupnya. Dan majikannya ingin mengakhiri hidupnya. Namun sebelum itu dia ingin memberi pelajaran pada sang suami dan selingkuhannya. Sungguh bukan suatu kebetulan, karena sebelum aku membaca berita itu, aku sudah mendengar mata tante itu berbicara padaku.

Matanya telah mengucapkan selamat tinggal padaku…
Dan bukan keinginanku ketika mata mama menangis saat aku ceritakan soal tante itu, mata itu kemabli bercerita bahwa suami pemilik mata yang mengucapkan selamat tinggal itu adalah lelaku yang meninggalkan rumah kami 17 tahun yang lalu. Lelaki yang mencampakan mama dan aku demi pemilik mata sayu itu.....

0 Comments:

Post a Comment

<< Home